BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, 06 Juni 2010

artikel Perkembangan Belajar Peserta Didik

PROFIL PRILAKU ANAK YANG DIASUH ORANG TUA TIRI

Mama….kenapa kita sekarang tinggal bersama Kakek dan Nenek? Papa tinggal di mana, Ma? Kasihan ya Papa tinggal sendirian, nggak sama kita lagi. Papa pasti kesepian deh, Ma. Yuk kita tinggal bareng Papa lagi, Adek kangen... deh sama Papa.

Membaca percakapan di atas, tentulah kita sudah bisa membayangkan apa yang terjadi dalam keluarga tersebut. Apalagi kalau bukan perceraian. Angka perceraian di Indonesia mungkin tidak setinggi di Amerika Serikat (66,6% perkawinan berakhir dengan perceraian) ataupun di Inggris (50%), tapi kita tahu bahwa di Indonesia pun banyak perkawinan berakhir dengan perceraian, apalagi kalau melihat berita-berita tentang perceraian selebritis Indonesia akhir-akhir ini.

Kesiapan Anak Menghadapi Perceraian
Perceraian seringkali berakhir menyakitkan bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk di dalamnya adalah anak-anak. Perceraian juga dapat menimbulkan stres dan trauma untuk memulai hubungan baru dengan lawan jenis. Menurut Holmes dan Rahe, perceraian adalah penyebab stres kedua paling tinggi, setelah kematian pasangan hidup.
Pada umumnya orangtua yang bercerai akan lebih siap menghadapi perceraian tersebut dibandingkan anak-anak mereka. Hal tersebut karena sebelum mereka bercerai biasanya didahului proses berpikir dan pertimbangan yang panjang, sehingga sudah ada suatu persiapan mental dan fisik. Tidak demikian halnya dengan anak, mereka tiba-tiba saja harus menerima keputusan yang telah dibuat oleh orangtua, tanpa sebelumnya punya ide atau bayangan bahwa hidup mereka akan berubah. Tiba-tiba saja Papa tidak lagi pulang ke rumah atau Mama pergi dari rumah atau tiba-tiba bersama Mama atau Papa pindah ke rumah baru. Hal yang mereka tahu sebelumnya mungkin hanyalah Mama dan Papa sering bertengkar, bahkan mungkin ada anak yang tidak pernah melihat orangtuanya bertengkar karena orangtuanya benar-benar rapi menutupi ketegangan antara mereka berdua agar anak-anak tidak takut.

Kadangkala, perceraian adalah satu-satunya jalan bagi orangtua untuk dapat terus menjalani kehidupan sesuai yang mereka inginkan. Namun apapun alasannya, perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak, meskipun dalam kasus tertentu perceraian dianggap merupakan alternatif terbaik daripada membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan pernikahan yang buruk.
Jika memang perceraian adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh dan tak terhindarkan lagi, apa tindakan terbaik yang harus dilakukan oleh orangtua (Mama dan Papa) untuk mengurangi dampak negatif perceraian tersebut bagi perkembangan mental anak-anak mereka. Dengan kata lain bagaimana orangtua menyiapkan anak agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat perceraian.

Sebelum Berpisah
Sebelum perceraian terjadi, biasanya didahului dengan banyak konflik dan pertengkaran. Kadang-kadang pertengkaran tersebut masih bisa ditutup-tutupi sehingga anak tidak tahu, namun tidak jarang anak bisa melihat dan mendengar secara jelas pertengkaran tersebut. Pertengkaran orangtua, apapun alasan dan bentuknya, akan membuat anak merasa takut. Anak tidak pernah suka melihat orangtuanya bertengkar, karena hal tersebut hanya membuatnya merasa takut, sedih dan bingung. Kalau sudah terlalu sering melihat dan mendengar pertengkaran orangtua, anak dapat mulai menjadi pemurung. Oleh karena itu sangat penting untuk tidak bertengkar di depan anak-anak.

Ketika Akhirnya Berpisah
Masa ketika perceraian terjadi merupakan masa yang kritis buat anak, terutama menyangkut hubungan dengan orangtua yang tidak tinggal bersama. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam bathin anak-anak. Pada masa ini anak juga harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru.
Banyak sekali dampak negatif perceraian yang bisa muncul pada anak. “Marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, jadi pembangkang, enggak sabaran, impulsif,”. Bisa jadi, anak akan merasa bersalah (guilty feeling) dan menganggap dirinyalah biang keladi atau penyebab perceraian orangtuanya. Dampak lain adalah anak jadi apatis, menarik diri, atau sebaliknya, mungkin kelihatan tidak terpengaruh oleh perceraian orangtuanya. “Orangtua harus harus hati-hati melihat, apakah ini memang reaksi yang wajar, karena dia sudah secara matang bisa menerima hal itu, atau hanya pura-pura.” Anak juga bisa jadi tidak pe-de dan takut menjalin kedekatan (intimacy) dengan lawan jenis. “Ke depannya, setelah dewasa, anak cenderung enggak berani untuk commit pada suatu hubungan. Pacaran-putus, pacaran-putus.” Self esteem anak juga bisa turun. “Jika self esteem-nya jadi sangat rendah dan rasa bersalahnya sangat besar, anak bisa jadi akan dendam pada orangtuanya, terlibat drugs dan alkohol, dan yang ekstrem, muncul pikiran untuk bunuh diri. Apalagi jika anak sudah besar dan punya keinginan untuk menyelamatkan perkawinan orangtuanya, tapi tidak berhasil. Ia akan merasa sangat menyesal, merasakan bahwa omongannya tak digubris, merasa diabaikan, dan merasa bukan bagian penting dari kehidupan orangtuanya.” Perasaan marah dan kecewa pada orangtua merupakan sesuatu yang wajar, “Ini adalah proses dari apa yang sesungguhnya ada di hati anak. Jadi, biarkan anak marah, daripada memendam kemarahan dan kemudian mengekspresikannya ke tempat yang salah,”
Proses adaptasi pada umumnya membutuhkan waktu. Pada awalnya anak akan sulit menerima kenyataan bahwa orangtuanya tidak lagi bersama. Meski banyak anak yang dapat beradaptasi dengan baik, tapi banyak juga yang tetap bermasalah bahkan setelah bertahun-tahun terjadinya Anak yang berhasil dalam proses adaptasi, tidak mengalami kesulitan yang berarti ketika meneruskan kehidupannya ke masa perkembangan selanjutnya, tetapi bagi anak yang gagal beradaptasi, maka ia akan membawa hingga dewasa perasaan ditolak, tidak berharga dan tidak dicintai. Perasaan-perasaan ini dapat menyebabkan anak tersebut, setelah dewasa menjadi takut gagal dan takut menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain atau lawan jenis.


Beberapa indikator bahwa anak telah beradaptasi adalah:
menyadari dan mengerti bahwa orangtuanya sudah tidak lagi bersama dan tidak lagi
berfantasi akan persatuan kedua orangtua,
dapat menerima rasa kehilangan,
tidak marah pada orangtua dan tidak menyalahkan diri sendiri,
menjadi dirinya sendiri lagi.

Apa yang Sebaiknya Dilakukan Orangtua
Berhasil atau tidaknya seorang anak dalam beradaptasi terhadap perubahan hidupnya ditentukan oleh daya tahan dalam dirinya sendiri, pandangannya terhadap perceraian, cara orangtua menghadapi perceraian, pola asuh dari si orangtua tunggal dan terjalinnya hubungan baik dengan kedua orangtuanya. Bagi orangtua yang bercerai, mungkin sulit untuk melakukan intervensi pada daya tahan anak karena hal tersebut tergantung pada pribadi masing-masing anak, tetapi sebagai orangtua mereka dapat membantu anak untuk membuatnya memiliki pandangan yang tidak buruk tentang perceraian yang terjadi dan tetap punya hubungan baik dengan kedua orangtuanya.

Di bawah ini adalah beberapa saran yang sebaiknya dilakukan orangtua agar anak sukses beradaptasi, jika perpisahan atau perceraian terpaksa dilakukan:
Begitu perceraian sudah menjadi rencana orangtua, segeralah memberi tahu anak bahwa akan terjadi perubahan dalam hidupnya, bahwa nanti anak tidak lagi tinggal bersama Mama dan Papa, tapi hanya dengan salah satunya.

Sebelum berpisah ajaklah anak untuk melihat tempat tinggal yang baru (jika harus pindah rumah). Kalau anak akan tinggal bersama kakek dan nenek, maka kunjungan ke kakek dan nenek mulai dipersering. Kalau ayah/ibu keluar dari rumah dan tinggal sendiri, anak juga bisa mulai diajak untuk melihat calon rumah baru ayah/ibunya.
Di luar perubahan yang terjadi karena perceraian, usahakan agar sisi-sisi lain dan kegiatan rutin sehari-hari si anak tidak berubah. Misalnya: tetap mengantar anak ke sekolah atau mengajak pergi jalan-jalan.

- Jelaskan kepada anak tentang perceraian tersebut. Jangan menganggap anak sebagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa, jelaskan dengan menggunakan bahasa sederhana. Penjelasan ini mungkin perlu diulang ketika anak bertambah besar.

- Jelaskan kepada anak bahwa perceraian yang terjadi bukan salah si anak.
Anak perlu selalu diyakinkan bahwa sekalipun orangtua bercerai tapi mereka tetap mencintai anak. Ini sangat penting dilakukan terutama dari orangtua yang pergi, dengan cara: berkunjung, menelpon, mengirim surat atau kartu. Buatlah si anak tahu bahwa dirinya selalu diingat dan ada di hati orangtuanya.

- Orangtua yang pergi, meyakinkan anak kalau ia menyetujui anak tinggal dengan orangtua yang tinggal, dan menyemangati anak agar menyukai tinggal bersama orangtuanya itu.

- Orangtua yang tinggal bersama anak, memperbolehkan anak bertemu dengan orangtua
yang pergi, meyakinkan anak bahwa dia menyetujui pertemuan tersebut dan menyemangati anak untuk menyukai pertemuan tersebut.

- Kedua orangtua, merancang rencana pertemuan yang rutin, pasti, terprediksi dan konsisten antara anak dan orangtua yang pergi. Kalau anak sudah mulai beradaptasi dengan perceraian, jadwal pertemuan bisa dibuat dengan fleksibel. Penting buat anak untuk tetap bisa bertemu dengan kedua orangtuanya. Tetap bertemu dengan kedua orangtua membuat anak percaya bahwa ia dikasihi dan inginkan. Kebanyakan anak yang membawa hingga dewasa perasaan-perasaan ditolak dan tidak berharga adalah akibat kehilangan kontak dengan orangtua yang pergi.

- Tidak menempatkan anak di tengah-tengah konflik. Misalnya dengan menjadikan anak sebagai pembawa pesan antar kedua orangtua, menyuruh anak berbohong kepada salah satu orangtua, menyuruh anak untuk memihak pada satu orangtua saja. Anak menyayangi kedua orangtuanya, menempatkannya di tengah konflik akan membuatnyabingung, cemas dan mengalami konflik kesetiaan.

- Tidak menjadikan anak sebagai senjata untuk menekan pihak lain demi membela dan mempertahankan diri sendiri. Misalnya mengancam pihak yang pergi untuk tidak boleh lagi bertemu dengan anak kalau tidak memberikan tunjangan; atau tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan anak supaya pihak yang pergi merasa sakit hati,sebagai usaha membalas dendam.

- Memperkenankan anak untuk mengekspresikan emosinya. Beresponlah terhadap emosi anak dengan kasih sayang, bukan dengan kemarahan atau celaan. Anak mungkin bingung dan bertanya, biarkan mereka bertanya, jawablah pertanyaan tersebut baik-baik, dan bukan mengatakan "anak kecil mau tahu saja urusan Mama Papa".

Dampak tidak langsung yang dirasakan oleh anak-anak ketika diasuh oleh orang tua tunggal adalah sbb:

  1. Yang pertama anak-anak ini sebetulnya akan mempunyai kebutuhan tertentu yang tidak terpenuhi. Contohnya yang pergi meninggalkan mereka adalah si ibu, biasanya mereka akan kehilangan kasih sayang yang khas dari seorang ibu. Kalau misalkan yang tidak ada adalah ayah, yang akan juga terhilang dalam keluarga ialah disiplin yang khas seorang ayah.

Anak-anak yang dibesarkan dalam rumah orang tua tunggal cenderung pada masa remajanya mengekspresikan perilaku pelampiasan, "acting out behavior". Dari kata pelampiasan kita bisa menarik kesimpulan itu merupakan perilaku untuk unjuk rasa, perilaku untuk menunjukkan atau memperlihatkan kebutuhannya, di mana kebutuhan tersebut tidak terpenuhi.

Yang kedua, si ibu atau si ayah yang ditinggal harus berhati-hati agar tidak mendewasakan anak terlalu dini sehingga dia kehilangan masa kanak-kanaknya. Ini tidak sehat karena pada masa atau usia yang relatif muda si anak belum sanggup untuk memikirkan masalah kehidupan ini dengan begitu kompleknya. Dan belum sanggup untuk memikul kesedihan dan beban yang berat. Kalau si anak jadi nakal karena kehilangan figur mendisiplin, maka langkah yang harus dilaksanakan oleh orang tua tunggal adalah terus-menerus memelihara keintiman, jangan sampai ini berkurang. Kedekatan dengan si anak adalah modal yang sangat berperan besar untuk mengurangi potensi konflik sewaktu anak-anak itu menginjak usia remaja.
Dari saran-saran di atas terlihat jelas betapa pentingnya kerja sama orangtua agar anak dapat beradaptasi dengan sukses dan betapa penting arti keberadaan orangtua bagi sang anak. Saran-saran di atas bukanlah hal yang mudah dilakukan, apalagi jika perceraian diakhiri dengan perselisihan, ketegangan dan kebencian satu sama lain. Keinginan untuk menarik anak ke salah satu pihak dan menentang pihak yang lain akan sangat menonjol pada model perceraian tersebut. Tapi jika itu dilakukan, berarti orangtua sungguh-sungguh merupakan individu egois yang hanya memikirkan diri sendiri, dan tidak memikirkan kesejahteraan dan masa depan anak. Mungkin ada yang berpikir "Anak saya baik-baik saja kok, dia tidak apa-apa meskipun tidak ada ibunya/ayahnya. Lihat dia ceria-ceria saja, badannya sehat, sekolahnya juga rajin". Tapi tahukah Anda apa sebenarnya yang ada dalam hati sang anak?

Kalau perceraian memang tak terhindari lagi, maka mari membuat perceraian tersebut menjadi perceraian yang tidak merugikan anak. Suami-istri memang bercerai, tapi jangan sampai anak dan orangtua ikut juga bercerai. Anak-anak sangat membutuhkan cinta dari kedua orangtua dan menginginkan kedua orangtuanya menjadi bagian dalam hidup mereka. Bagi anak, rasa percaya diri, rasa diterima dan bangga pada dirinya sendiri bergantung pada ekspresi cinta kedua orangtuanya. Bagi Anda yang akan, sedang atau telah bercerai, cobalah untuk selalu mengingat hal tersebut dan masa depan anak-anak Anda. Perhatian berupa materi memang perlu, namun itu saja sangat tidak memadai untuk membuat anak mampu beradaptasi dengan baik. Jangan lagi menjadikan negeri ini semakin carut marut dengan membiarkan anak-anak kita yang tidak berdosa menjadi terlantar.

50.000 anak belum mendapatkan pendidikan

CIREBON, KOMPAS.com - Dari sekitar 63.000 anak penyandang cacat atau difabel di Jawa Barat, baru 15.650 anak yang telah menikmati pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sisanya, hampir 50.000 anak masih belum tersentuh pendidikan dan belum memiliki keterampilan penunjang hidup.

Jumlah anak-anak cacat yang belum pernah bersekolah masih banyak. Salah satu penyebabnya keterbatasan sekolah dan tenaga pendidik.
-- Lia Embarsari

Kepala Seksi Promosi dan Kompetensi Siswa Pendidikan Luar Biasa (PLB) Dinas Pendidikan Jawa Barat Lia Embasari mengatakan, hasil survei di 15 dari 26 kabupaten/kota di Jabar, tahun 2008, jumlah anak-anak penyandang cacat mencapai 63.000 orang.

Namun, pada tahun yang sama, baru 12.350 anak yang sudah mengenyam pendidikan. Dua tahun kemudian, pada 2010, anak yang telah memperoleh pendidikan dan keterampilan jumlahnya bertambah menjadi 15.650 anak.

”Tapi, jumlah anak-anak cacat yang masih belum pernah bersekolah masih banyak lagi. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan sekolah dan tenaga pendidik,” ujar Lia, Rabu (2/6/2010) di sela-sela pembukaan lomba kreativitas hasil belajar, seni, dan olahraga siswa pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus se-Jawa Barat di Cirebon.

Sarana dan guru terbatas

Untuk menangani sebanyak 15.650 siswa hanya tersedia 1.875 guru pegawai negeri sipil (PNS) dan 1.200 guru swasta. Demikian pula tempat belajar yang tersedia hanya 304 unit yang tersebar di 26 kabupaten/kota.

Bahkan, ada tujuh kabupaten/kota yang belum memiliki sekolah luar biasa (SLB) negeri untuk anak-anak difabel di wilayahnya. Kebutuhan idealnya adalah 500 unit sekolah dengan fasilitas belajar yang memenuhi syarat, seperti sarana berlatih musik, kerajinan, dan olahraga.

Penyebab lainnya adalah faktor budaya dan rasa malu orangtua dari anak-anak difabel. Hal ini yang menghambat anak difabel tak berkembang dan tak mendapatkan pendidikan yang layak.

Masih banyak orangtua yang memilih menyembunyikan anaknya yang cacat daripada menyekolahkannya. Mereka masih dianggap aib keluarga.

Sebagian besar anak penyandang difabel di Jabar berasal dari keluarga tidak mampu. Karena itu, anak penyandang difabel tidak diprioritaskan untuk mengenyam pendidikan.

Untuk mengatasi sedikitnya jumlah penyandang difabel yang belum mengecam pendidikan, Pemerintah Provinsi Jabar hingga saat ini menyediakan bantuan untuk siswa difabel senilai Rp 800.000 bagi 8.000 anak-anak berkebutuhan khusus.

Rencananya, kata Pardomuan Pakpahan, Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan Jabar, bantuan pada tahun 2011 akan diperbanyak untuk 16.000 anak difabel. Nilai bantuan per anak juga akan diperbesar menjadi Rp 1,5 juta.

masih mau kuliah di malaysia

Pendidikan tinggi
Masih Mau Kuliah di Malaysia?

Rabu, 2 Juni 2010 | 20:10 WIB

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com — Terhitung mulai Juli tahun 2010, biaya studi program pascasarjana (S-2) di universitas negeri di Malaysia akan lebih mahal dibandingkan di Indonesia. Hal itu terjadi setelah Pemerintah Malaysia mencabut subsidi untuk perguruan tinggi, khususnya bagi mahasiswa asing.

Jika uang kuliah untuk studi pascasarjana sebesar 14.000 ringgit atau sekitar Rp 37 juta per semester, maka biayanya jauh lebih tinggi. Biaya sebesar itu sudah bisa biayai kuliah S-2 di universitas terbaik di Indonesia hingga lulus untuk studi bidang komunikasi, politik, atau sosiologi, ujar Atase Pendidikan KBRI, Imran Hanafi, di Kuala Lumpur, Rabu (2/6/2010).

Selama ini, kata Imran, studi pascasarjana di Malaysia memang lebih murah. Hal itu bisa terjadi karena ada subsidi dari pemerintah.

Seperti diberitakan sebelumnya di Kompas.com, Menteri Pendidikan Tinggi Malaysia Mohamed Khales Nordin mencabut subsidi pendidikan tinggi bagi para mahasiswa asing. Kebijakan itu berlaku bagi para mahasiswa asing yang akan kuliah pada Juli 2010. Pemerintah Malaysia akan mengurangi subsidi secara besar-besaran karena defisit anggaran dan beban utang luar negerinya yang semakin besar.

Dana 14.000 ringgit atau sekitar Rp 37 juta per semester sudah bisa biayai kuliah S-2 di universitas terbaik di Indonesia hingga lulus.
-- Imran Hanafi

pendidikan nasional kehilangan arah

JAKARTA, KOMPAS.com — Pendidikan di taman kanak-kanak sudah mengajarkan pelajaran berhitung, dan bahasa Inggris. Perguruan tinggi marak membuka pendidikan kewirausahaan (entrepreneur). Di tingkat sekolah menengah digalakkan sekolah berstandar internasional. Sekolah asing juga bertebaran. Ini gambaran pendidikan nasional kita yang kehilangan arah.

Persoalan krusial lainnya, di pendidikan tinggi pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan sebagai dasar hukum penyelenggaraannya. Akan tetapi, ternyata aturan-aturan yang dibuat tidak lepas dari agenda dan pengaruh lembaga-lembaga keuangan internasional dengan diterapkannya Washington Concencus dan Structural Adjustment Program. Akibatnya, kebijakan pendidikan yang dihasilkan lebih condong pada kepentingan pasar, bukan pada pemenuhan hak-hak warga negara atas pendidikan.

Demikian benang merah Dialog Publik dengan topik Nasib Pendidikan Indonesia Pascapencabutan UU BHP, yang digelar Komite Bersama Aksi rakyat (Kobar) 2 Mei bekerja sama dengan Serikat Mahasiswa Universitas Paramadina, Selasa (1/6/2010) di Universitas Paramadina, Jakarta. Tampil sebagai pembicara, pakar pendidikan HAR Tilaar dan Koordinator Nasional e-Net for Justice, Eny Setyaningsih.

HAR Tilaar mengatakan, komersialisasi pendidikan yang semakin menjadi-jadi dewasa ini dan menyebabkan warga kalangan miskin tidak bisa mendapatkan pendidikan. Hal ini bertentangan sekali dengan amanat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Kita negara kere, miskin, tapi biaya pendidikan sangat mahal, tandasnya.

Tilaar juga mengkritik pendidikan di semua tingkat pendidikan yang mencerminkan pendidikan nasional kehilangan arah. Hal itu seperti taman kanak-kanak yang mengajarkan Matematika dan Bahasa Inggris. Seharusnya hal itu tidak diajarkan karena masa kanak-kanak itu adalah masa bermain. Ini diperparah kalau masuk sekolah dasar anak-anak ditanya dulu apa sudah TK atau sudah bisa berhitung.

Pada tingkat sekolah menengah, ada pula sekolah berstandar internasional yang hasilnya, apakah berwatak Indonesia, masih perlu dipertanyakan. Pendidikan sudah menjadi ajang bisnis. Pendidikan sebagai lembaga bisnis bukan untuk kepentingan anak, melainkan kepentingan bisnis semata.

Di perguruan tinggi juga marak pendidikan kewirausahaan. Seharusnya pendidikan kewirausahaan dimulai dari pendidikan dasar, bukan hanya di perguruan tinggi. Kalau hanya diajarkan di perguruan tinggi, tak akan berhasil. Sudah karatan. Ke depan, bangsa ini membutuhkan manusia-manusia kreatif yang bisa menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan orang lain, papar Tilaar.

Eny Setyaningsih yang membahas Peran Lembaga Keuangan Internasional dalam Kebijakan Pendidikan di Indonesia mengatakan, di pendidikan tinggi, pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan sebagai dasar hukum penyelenggaraannya.
Akan tetapi, aturan-aturan yang dibuat ternyata tidak lepas dari agenda dan pengaruh lembaga-lembaga keuangan internasional dengan diterapkannya Washington Concencus dan Structural Adjustment Program. Akibatnya, kebijakan pendidikan yang dihasilkan lebih condong pada kepentingan pasar, bukan pada pemenuhan hak-hak warga negara atas pendidikan, katanya.

Menurut Eny, pendidikan di Indonesia harus dikembalikan sebagaimana diamanatkan konstitusi karena di situlah hakikat pendidikan untuk kebudayaan, identitas, dan kedaulatan.

antara Pendidikan, Kemiskinan, dan Deprivasi Sosial

Bagi anak-anak, usia sekolah semestinya menjadi masa paling menyenangkan yang penuh dengan keceriaan karena pada tahun-tahun itulah mereka mulai mengenyam pendidikan sebagai bekal menjalani kehidupan di masa depan. Pada masa itu, anak-anak pergi ke sekolah menuntut ilmu, mengolah rasa, dan mengasah keterampilan.

Di bangku sekolah mereka dapat mengembangkan tiga kemampuan dasar secara optimal: kognitif (daya nalar, intelektual), afektif (sikap, mentalitas, perasaan), dan psikomotorik (kemahiran teknikal). Di usia sekolah setiap anak seyogianya dapat mengikuti proses pendidikan guna mengembangkan segenap potensi diri sehingga tumbuh menjadi pribadi matang dan dewasa serta punya bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup. Dengan bekal pendidikan yang baik, setiap anak bisa hidup sebagai insan yang bermartabat mulia.

Namun, dalam beberapa tahun belakangan ini, kita sering membaca dan menyaksikan berita dari berbagai daerah: anak-anak usia sekolah mencoba melakukan bunuh diri. Usia sekolah tampaknya merupakan masa yang sangat pahit karena anak-anak mengalami peristiwa buruk yang pasti meninggalkan trauma yang mungkin tak terlupakan sepanjang hayat. Seperti diberitakan, akibat tekanan psikologis yang sangat hebat remaja belia melakukan percobaan bunuh diri, bahkan ada pula yang sudah mengakhiri hidup dengan cara yang sangat memilukan itu. Peristiwa paling mutakhir terjadi di Pekanbaru, Riau.

Windar Kristian Waruwu, 12, siswa SD Negeri 010 Tuah Negeri, Kabupaten Siak, Riau, ditemukan meninggal gantung diri. Mental siswa dari keluarga kurang mampu yang baru lulus UASBN itu diduga tertekan karena tidak bisa melanjutkan pendidikan ke SMP (Media Indonesia.com, 21/5). Pada umumnya, motif yang mendasari tindakan nekat bunuh diri di kalangan pelajar berusia belia itu lantaran tidak tahan menanggung perasaan malu, misalnya, karena tak mampu membayar SPP (untuk sekolah swasta) atau iuran untuk keperluan kegiatan sekolah. Sedemikian miskinnya orang tua sang pelajar sehingga sekadar membayar iuran kegiatan ekstrakurikuler yang hanya berkisar Rp10.000 mereka tak mampu.

Kemiskinan bukan saja melahirkan derita panjang yang tak tertanggungkan, melainkan juga menimbulkan tragedi kemanusiaan yang amat memilukan: bunuh diri. Kita boleh menyebut peristiwa ini sebagai tragedi karena yang melakukan tindakan percobaan bunuh diri adalah anak-anak usia sekolah. Sungguh, mereka mempunyai hak mutlak untuk mengenyam pendidikan sebagai bekal menyongsong kehidupan yang lebih baik di masa depan. Namun, keluarga mereka mengalami kesulitan finansial karena tidak mampu secara ekonomi sehingga mereka harus berjuang keras untuk memperoleh pendidikan yang layak agar bisa keluar dari belenggu kemiskinan. Namun, mereka tidak berdaya, lalu mengambil jalan pintas: mengakhiri hidup.

Bagaimana kita harus menjelaskan gejala sosial abnormal ini? Apa yang sesungguhnya sedang terjadi di dalam masyarakat kita? Apakah tatanan sosial yang ada tidak bekerja secara semestinya sehingga tak mampu membendung perilaku masyarakat yang menyimpang? Bagaimana jalinan relasi sosial antarwarga masyarakat terbangun sehingga melahirkan peristiwa tragis itu?

Jika kita kaji lebih mendalam, peristiwa ini, selain merefleksikan masalah kemiskinan yang akut, menunjukkan adanya problem sosial yang kronis dan krusial di dalam masyarakat, yakni kesenjangan ekonomi. Secara kasat mata, kita bisa melihat betapa kesenjangan ekonomi terus melebar dari tahun ke tahun. Kesenjangan ekonomi antara golongan masyarakat kaya dan kelompok masyarakat miskin demikian nyata dan sulit dijembatani.

Fakta kesenjangan ekonomi ini kemudian melahirkan apa yang disebut social deprivation, yang lazim diartikan sebagai perception that one is worse off relative to those with whom one compares oneself (David Myers, 1998). Suatu situasi buruk yang dialami seseorang menjadi kian memburuk ketika ia membandingkan dengan orang lain yang berada dalam situasi sebaliknya. Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin tak mampu menanggung beban derita kemiskinan.

Beban derita itu menjadi semakin berat ketika mereka menyaksikan anak-anak lain seusia yang berasal dari keluarga kaya dapat menjalani hidup layak bahkan bisa menikmati aneka jenis kemewahan. Siswa-siswa miskin tak punya uang yang cukup untuk membayar SPP dan membeli buku atau peralatan sekolah, bahkan terpaksa harus berjalan kaki menuju tempat sekolah karena tak ada ongkos transportasi. Sementara itu, peer group mereka yang berasal dari keluarga kaya bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah mahal, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, ikut berbagai kursus dan les privat, punya sopir pribadi yang siap antar/jemput, dan bepergian ke luar kota/luar negeri ketika musim liburan sekolah.

Deprivasi sosial banyak dijumpai di lingkungan masyarakat yang pola kehidupannya sangat individualistis. Bila relasi sosial antarwarga masyarakat cenderung impersonal dan bila setiap anggota masyarakat lebih menonjolkan sikap egosentrisme, perasaan empati atas kesulitan hidup yang dialami anggota masyarakat yang lain menjadi tumpul, bahkan hilang sama sekali. Dalam pola kehidupan demikian, sulit terbangun rasa kebersamaan dan solidaritas.

Nilai kolektivitas digantikan nilai individualitas; sikap kolegialitas ditukar dengan sikap keakuan. Menurut Emile Durkheim, tatanan sosial yang tidak berasas organic solidarity, dan sebaliknya berdasar mechanic solidarity akan melemahkan ikatan sosial di antara sesama warganya. Lebih jauh lagi, guncangan pada organic solidarity akan menciptakan kondisi yang membuka peluang munculnya gejala bunuh diri. Durkheim berujar, It is quite certain that a consistent increase in suicides always attests to a serious upheaval in the organic conditions of society.

Deprivasi sosial ditandai empat hal penting. Pertama, bila kehidupan masyarakat telah kehilangan apa yang disebut social engagement, yakni suatu dinamika interaksi antarwarga masyarakat yang penuh dengan kehangatan, kebersamaan, dan persahabatan yang sangat dekat seperti lazim dijumpai di dalam masyarakat yang bercorak Gemeinschaft. Kedua, bila kohesi sosial telah memudar sehingga setiap warga masyarakat tidak lagi memiliki kekuatan perekat yang bisa menautkan di antara sesamanya.

Ketiga, bila kehidupan masyarakat mengalami social detachment, yakni setiap warga masyarakat melepaskan diri dari ikatan kolektivitas sehingga menyebabkan hilangnya collective conscience. Keempat, bila setiap warga masyarakat melakukan social disassociation, yakni setiap warga masyarakat keluar dari ikatan kekelompokan (asosiasi) sehingga di antara mereka tidak lagi merasa memiliki kepentingan bersama.

Jika keempat karakteristik itu ditemui di dalam masyarakat, dapat dipastikan warganya dengan mudah mengalami alienasi sosial. Gejala deprivasi sosial pun akan menjadi kian menguat dan sulit diatasi. Setiap orang mempunyai daya tahan psikologis yang berbeda dalam mengatasi problem deprivasi sosial. Bagi orang yang ketahanan mentalnya lemah dengan mudah mengambil jalan pintas: bunuh diri.

Durkheim dalam karya klasik yang menjadi magnum opus, Suicide (1897), secara meyakinkan menulis: ...people with weak social bonds are prone to self-destructive behavior; whenever society loses what it normally possesses..whenever the individual disassociates himself from collective goals in order to seek only his own interests..suicide increases; man is the more vulnerable to self-destruction the more he is detached from any collectivity, that is to say, the more he lives as an egoist.

Kita sungguh sedih berulang kali menyaksikan peristiwa (percobaan) bunuh diri di kalangan anak-anak usia sekolah. Kita menyadari sepenuhnya betapa kemiskinan bukan saja menjadi penghalang utama bagi seseorang untuk mendapat pendidikan, melainkan juga melahirkan deprivasi sosial. Bagi siapa saja yang mendalami sosiologi kemiskinan, dengan mudah dapat memahami mengapa masyarakat miskin sangat rentan terhadap perilaku merusak diri (self-destructive behavior).

Di sini makna esensial dan asasi tanggung jawab negara dalam memberi layanan pendidikan bagi anak-anak miskin harus diletakkan. Bila negara dapat menunaikan tanggung jawabnya dengan baik, kita berharap perilaku sosial abnormal ini bisa dieliminasi sehingga tidak berkembang menjadi gejala umum yang berdampak negatif ganda: (i) merusak jiwa dan masa depan anak; dan (ii) membahayakan ketahanan sosial masyarakat. Jika kedua hal itu dibiarkan terjadi, dapat dipastikan bahwa Indonesia memang tak bermasa depan.

pendidikan yang masih memprihatinkan

YOGYAKARTA--MI: Pendidikan di Indonesia saat ini kondisinya memprihatinkan, karena sekitar 21% sekolah dasar di kota kekurangan guru.

Kondisi serupa juga terjadi di desa dengan angka kekurangan guru sekitar 37%, dan di desa terpencil sekitar 60%. Kondisi itu akan semakin parah pada lima tahun ke depan, karena sekitar 75% guru sekolah dasar (SD) di Indonesia pensiun, kata Rektor Universitas Paramadina Jakarta Anies Baswedan, di Yogyakarta, Jumat (4/6).

Oleh karena itu, menurut dia pada diskusi publik mengenai peran pemimpin muda dalam pendidikan, dirinya mencanangkan program bertajuk Indonesia Mengajar.

Melalui program tersebut, dirinya mengajak para pengajar muda untuk bertugas selama satu tahun di SD yang tersebar di lima kabupaten di Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

Sebanyak 50 pengajar muda akan dikirim ke lima kabupaten, yakni Bengkalis (Riau) Tulang Bawang (Lampung), Passer (Kalimantan Timur), Majene (Sulawesi Barat), dan Halmahera (Maluku Utara), katanya.

Ia mengatakan untuk memperkuat pendidikan harus dimulai dari pendidikan formal tingkat dasar. Namun, apabila tenaga pendidiknya tidak mencukupi, akan sulit untuk mewujudkan impian tersebut.

Kini saatnya saya mengajak kalangan generasi muda lulusan perguruan tinggi untuk mau berperan menjadi pengajar di wilayah terpencil guna memberikan motivasi dan mimpi kepada anak-anak di pelosok Indonesia agar lebih maju, katanya.

Menurut dia, pendidikan adalah eskalator bangsa yang akan membawa perubahan terwujudnya Indonesia baru, sehingga mereka yang berada di kelas bawah bisa terangkat derajatnya, dan ikut memengaruhi kebijakan negara.

Pendidikan merupakan alat yang tepat untuk menaikkan derajat seseorang, baik dari segi sosial maupun ekonomi. Dengan naiknya derajat seseorang dari sisi sosial ekonomi, bukan tidak mungkin mereka bisa mandiri, dan tidak menggantungkan segala hal pada negara, katanya.

makalah media pembelajaran di SD

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) disebut juga sebagai synthetic science, karena konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian ditentukan atau diobservasi setelah fakta terjadi (Welton dan Mallan, 1988 : 66-67). Informasi faktual tentang kehidupan sosial atau masalah-masalah kontemporer yang terjadi di masyarakat dapat ditemukan dalam liputan (exposure) media massa (Wronski, 1971 : 430-434), karena media massa diyakini dapat menggambarkan realitas sosial dalam berbagai aspek kehidupan. Meskipun untuk itu, informasi atau pesan (message) yang ditampilkannya-sebagaimana dapat dibaca di surat kabar atau majalah, didengarkan di radio, dilihat di televisi atau internet-telah melalui suatu saringan (filter) dan seleksi dari pengelola media itu untuk berbagai kepentingannya (misalnya : untuk kepentingan bisnis atau ekonomi, kekuasaan atau politik, pembentukan opini publik, hiburan [entertainment] hingga pendidikan). Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatarbelakangi pemunculan suatu informasi atau pesan yang disajikan oleh media massa, kiranya tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pada masa kini pertemuan orang dengan media massa sudah tidak dapat dielakkan lagi. Tidaklah berlebihan kiranya apabila abad ke-21 disebut sebagai abad komunikasi massa (Rakhmat, 1985 : 174). Bahkan dalam pembabakan sejarah umat manusia, McLuhan (1964) menyatakannya sebagai babak neo-tribal (sesudah babak tribal dan babak Gutenberg), yakni masa di mana alat-alat elektronis memungkinkan manusia menggunakan beberapa macam alat indera dalam komunikasi.

Adapun Toffler (1981) menamakannya sebagai The Third Wave.

Sementara itu, seiring dengan pesatnya perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software), akan membawa perubahan bergesernya peranan guru-termasuk guru IPS-sebagai penyampai pesan/informasi. Ia tidak bisa lagi berperan sebagai satu-satunya sumber informasi bagi kegiatan pembelajaran para siswanya. Siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber-terutama dari media media massa, apakah dari siaran televisi dan radio (media elektronik), surat kabar dan majalah (media cetak), komputer pribadi, atau bahkan dari internet. Mengajar bertujuan supaya siswa dapat belajar sebaik-baiknya. Apabila sarana pengajaran telah mencapai tingkatan sedemikian lengkap maka para siswa akan dapat belajar dengan lebih mandiri. Mereka akan belajar dengan media yang sudah tersedia. Bantuan ini dimaksudkan agar siswa belajar dengan hasil yang lebih optimal.
Media sebagai alat bantu pengajaran mempunyai kedudukan penting dalam pembelajaran. Guru harus terampil memilih dan menggunakan media pembelajaran. Seperti yang kita ketahui media pembelajaran banyak ragamnya. Guru harus mengenal media pembelajaran agar dapat memilihnya dengan tepat.

B. Rumusan Masalah

A. Apakah yang dimaksud dengan media pembelajaran?

B. Apa saja nilai-nilai dan prisnsip-prinsip pemanfaatn media dalam pembelajaran IPS?

C. Apa saja macam-macam media pembelajaran IPS?

D. Bagaimana kriteria dalam memilih media pembelajaran?

E. Bagaimana pemanfaatan media massa dalam pembelajaran IPS?

F. Media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran IPS?

C. Tujuan

1. Dapat memilih dan menentukan media yang tepat.
2. Dapat membuat alat bantu pengajaran IPS.
3. Dapat menggunakan media pengajaran IPS.
4. Dapat mengetahui apa saja alat dan sumber pengajaran IPS.
5. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan media pembelajaran IPS.
6. Untuk mengetahui manfaat positif dari media pembelajaran IPS.



BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Media

Media merupakan alat yang harus ada apabila kita ingin memudahkan sesuatu dalam pekerjaan. Setiap orang pasti ingin pekerjaan yang dibuatnya dapat diselesaikan dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan.

Kata media itu sendiri berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata “ medium “ yang berarti “ pengantar atau perantara “, dengan demikian dapat diartikan bahwa media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan.

Penyampaian materi pelajaran dengan cara komunikasi masih dirasakan adanya penyimpangan pemahaman oleh siswa. Masalahnya adalah bahwa siswa terlalu banyak menerima sesuatu ilmu dengan verbalisme. Apalagi dalam proses belajar mengajar yang tidak menggunakan media dimana kondisi siswa tidak siap, akan memperbesar peluang terjadinya verbalisme.

Media yang difungsikan sebagai sumber belajar bila dilihat dari pengertian harfiahnya juga terdapat manusia didalamnya, benda, ataupun segala sesuatu yang memungkinkan untuk anak didik memperoleh informasi dan pengetahuan yang berguna bagi anak didik dalam pembelajaran.

Sasaran penggunaan media adalah agar anak didik mampu menciptakan sesuatu yang baru dan mampu memanfaatkan sesuatu yang telah ada untuk dipergunakan dengan bentuk dan variasi lain yang berguna dalam kehidupannya,. Dengan demikian mereka dengan mudah mengerti dan mamahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru kepada mereka. Dapat dikatakan bahwa media merupakan alat yang memungkinakn anak muda untuk mengerti dan memahami sesuatu dengan mudah dan dapat untuk mengingatnya dalam waktu yang lama dibangdingkan dengan penyampaian materi pelajaran dengan cara tatap muka dan ceramah tanpa alat bantuan.

Cara memilih media pembelajaran yang tepat:

a. dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien
b. dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis
c. dapat melayani kebutuhan siswa yang berbeda-beda
d. tidak memilih media hanya dikarenakan media tersebut baru, canggih dan populer.

Alasan-alasan pentingnya media dalam proses belajar mengajar :

1. Dalam proses belajar mengajar akan lebih berhasil apabila anak proaktif dalam proses pembelajaran tersebut..

2. Jumlah informasi yang didapat seseorang rata-rata melalui media indra.

3. Pengetahuan yang dapat diingat seseorang, antara lain bergantung pada melalui indra apa ia memperoleh pengetahuannya.

Media yang akan digunakan harus memperhatikan beberapa ketentuan dengan pertimbangan bahwa penggunaan media harus benar-benar berhasil guna dan berdaya guna untuk meningkatkan dan memperjelas pemahaman siswa.

B. Nilai-nilai dan prinsip-prinsip pemanfaatan media dalam pembelajaran IPS

Nilai-nilai dalam media pembelajaran IPS :

a. Memungkinkan anak berinteraksi secaralangsung dengan lingkungannya.

b. Memungkinkan adanya keseragaman pengamatan atau persepsi belajar pada masing-masing anak.

c. Membangkitkan motivasi belajar.

d. Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.

e. Menyajikan pesan atau informasi secara serempak bagi seluruh anak.

f. Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.

g. Mengontrol arah dan kecepatan anak.

Prinsip-prinsip Pemanfaatan Media

Setelah kita menentukan pilihan media yang akan kita gunakan, maka pada akhirnya kita dituntut untuk dapat memanfaatkanya dalam proses pembelajaran. Media yang baik, belum tentu menjamin keberhasilan belajar siswa jika kita tidak dapat menggunakannya dengan baik. Untuk itu, media yang telah kita pilih dengan tepat harus dapat kita manfaatkan dengan sebaik mungkin sesuai prinsip-prinsip pemanfaatan media.

Ada beberapa prinsip umum yang perlu kita perhatikan dalam pemanfaatan media pembelajaran, yaitu :

a. Setiap jenis media, memiliki kelebihan dan kelemahan. Tidak ada satu jenis media yang cocok untuk semua segala macam proses belajar dan dapat mencapai semua tujuan belajar. Ibaratnya, tak ada satu jenis obat yang manjur untuk semua jenis penyakit.

b. Penggunaan beberapa macam media secara bervariasi memang perlu. Namun harap diingat, bahwa penggunaan media yang terlalu banyak sekaligus dalam suatu kegiatan pembelajaran, justru akan membingungkan siswa dan tidak akan memperjelas pelajaran. Oleh karena itu, gunakan media seperlunya, jangan berlebihan.

c. Penggunaan media harus dapat memperlakukan siswa secara aktif. Lebih baik menggunakan media yang sederhana yang dapat mengaktifkan seluruh siswa daripada media canggih namun justru membuat siswa kita terheran-heran pasif.

d. Sebelum media digunakan harus direncanakan secara matang dalam penyusunan rencana pelajaran. Tentukan bagian materi mana saja yang akan kita sajikan dengan bantuan media. Rencanakan bagaimana strategi dan teknik penggunaannya.

e. Hindari penggunaan media yang hanya dimaksudkan sebagai selingan atau sekedar pengisi waktu kosong saja. Jika siswa sadar bahwa media yang digunakan hanya untuk mengisi waktu kosong, maka kesan ini akan selalu muncul setip kali guru menggunakan media. Penggunaaan media yang sembarangan, asal-asalan, “daripada tidak dipakai”, akan membawa akibat negatif yang lebih buruk daripada tidak memakainya sama sekali.

f. Harus senantiasa dilakukan persiapan yang cukup sebelum penggunaaan media. Kurangnya persiapan bukan saja membuat proses kegiatan belajar mengajar tidak efektif dan efisien, tetapi justru mengganggu kelancaran proses pembelajaran. Hal ini terutama perlu diperhatikan ketika kita akan menggunakan media elektronik.

C. Macam-macam media pembelajaran IPS

1. Media pengajaran berupa benda langsung (benda asli).

2. Media pengajaran berupa benda tidak langsung.

D. Kriteria Pemilihan Media Pengajaran IPS

1. Media yang digunakan dalam pengajaran IPS harus dapat mencapai tujuan pelajaran secara efektif.

2. Media yang digunakan dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis bagi siswa.

3. Media yang digunakan dapat melayani kebutuhan dan kemampuan siswa yang berbeda-beda.

4. Media yang digunakan tidak karena alat itu biasa atau canggih, melainkan kebermaknaanya dalam proses pembelajaran.

5. Media yang digunakan tidak benar-benar bisa dioperasikan oleh guru.

6. Media yang digunakan hendaklah mudah untuk diperoleh dan murah harganya, setidaknya sesuai dengan kemampuan sekolah untuk mengadakannya.

E. Pemanfaatan Media Massa sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian "dapat" di sini menekankan pada pengertian, bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu : media cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-buku) dan media elektronik (televisi dan radio, termasuk internet).
Media massa dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran IPS, karena media massa pada hakekatnya merupakan representasi audio-visual masyarakat itu sendiri. Sehingga fenemona faktual yang terjadi di masyarakat, dapat secara langsung (live) diliput dan ditayangkan media massa (melalui siaran televisi atau radio, misalnya). Pemanfaatan media massa artinya penggunaan berbagai bentuk media massa, baik cetak maupun elektronik untuk tujuan tertentu-yang dalam kajian ini disebut sebagai sumber pembelajaran IPS.

Guru dapat memanfaatkan atau memberdayakan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS secara optimal dan efektif sehingga dapat menunjang keberhasilan pembelajaran IPS melalui tiga cara, yaitu :

1. media massa dapat memperbaiki bagian konten dari kurikulum IPS;

2. media massa dapat dijadikan alat pembelajaran yang penting bagi IPS; dan

3. media massa dapat digunakan untuk menolong siswa mempelajari metodologi ilmu-ilmu sosial, khususnya di dalam menentukan dan menginterpretasi fakta-fakta sosial.(Clark, 1965 : 46-54).

Sebagai konsekuensi logis dari pemanfaatan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS di tingkat persekolahan, maka menurut Rakhmat (1985 : 216-258), terdapat paling tidak empat buah efek pemanfatan media massa, yaitu :

1. Efek kehadiran media massa, yaitu menyangkut pengaruh keberadaan media massa secara fisik.

2. Efek kognitif, yaitu mengenai terjadinya perubahan pada apa yang diketahui, difahami, atau dipersepsi siswa.

3. Efek afektif, yaitu berkenaan dengan timbulnya perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci siswa dan

4. Efek behavioral, yaitu berkaitan pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang mencakup pola-pola tindakan kegiatan, atau kebiasaan berperilaku siswa.

Manfaat positif dari penggunaan media sebagai bagian integral pengajaran di kelas adalah sebagai berikut:

1) Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang melihat atau mendengar penyajian melalui media menerima pesan yang sama.

2) Pengajaran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan.

3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan.

4) Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap oleh siswa.

5) Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan

6) Pengajaran dapat diberikan kapan dan dimana diinginkan.

7) Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan.

8) Peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif dalam proses belajar mengajar.

F. Penggunaan Media Pengajaran IPS

Jenis jenis Media.

Suatu masalah atau tujuan pembelajaran dapat ditangani dengan bantuan media ganda (the multimedia approach). Namun, seperti yang telah kita bahas media pembelajaran haruslah dapat mengefektifkan, mengefisienkan, memperkenalkan, dan memperluas cakrawala pandangan serta memperkaya khasanah pengajaran IPS.

Daftar media pengajaran.

1. Alat pengajaran

2. Media cetak

3. Media visual

4. Media audio

5. Media audio visual

6. Masyarakat sebagai sumber belajar

Suatu masalah atau tujuan pembelajaran dapat ditangani dengan bantuan media ganda (the multimedia approach). Namun, seperti yang telah kita bahas media pembelajaran haruslah dapat mengefektifkan, mengefisienkan, memperkenalkan, dan memperluas cakrawala pandangan serta memperkaya khasanah pengajaran IPS

1. Papan tulis

Saran dalam penggunaan papan tulis :

a) rancang dengan baik isi dan pola bahan belajar yang akan ditulis,

b) hindari menuliskan ikhtisar dan sajian yang panjang,

c) usahakan agar papan tulis tidak terlalu penuh berjejal dengan tulisan,

d) tulisan dan gambar harus cukup besar supaya dapat terilihat jelas dari belakang.

Kita juga harus memikirkan letak papan tulis di kelas. Sebaiknya papan tulis diletakkan di depan kelas bagian tengah. Selain itu, sewaktu kita menghadap papan tulis sebaiknya tidak berbicara.

2. Papan pamer

Isi papan pamer seharusnya mendorong siswa untuk berdiskusi, penuh informasi yang menantang, dan dapat memperkaya bahan belajar IPS. Keterlibatan siswa sangat penting sekali dalam pembuatannya. Disamping itu, hal ini pun secara tidak langsung mendorong kreatifitas siswa.

3. Media pengganda

Tugas utama dari media pengganda adalah menunjang media pembelajaran lainnya supaya kegiatan belajar mengajar lebih bermakna. Yang digandakan adalah bahan belajar IPS yang tidak terdapat dalam buku pelajaran.

4. Buku-buku

Buku-buku yang ada perlu ditelaah terlebih dahulu, dengan rambu-rambu :

a) sudah mendapat pengesahan dari Depdikbud;

b) isi buku menunjang pencapaian tujuan pengajaran;

c) isinya jelas dapat dipercaya kebenarannya, tepat, dan tidak ketinggalan zaman;

d) tidak menyinggung masalah SARA;

e) gayanya jelas, menarik, merangsang berpikir, dan sesuai dengan kemampuan siswa;

f) ilustrasi, peta, gambar, foto tepat, jelas, menarik, dan memadai.

Yang perlu diingat adalah bahwa bukan buku pelajaran yang menentukan batas pembahasan tetapi sekedar wahana untuk mendorong siswa belajar.

5. Majalah dan surat kabar

Majalah untuk anak sekarang sudah cukup banyak. Siswa sudah terbiasa membaca dan mempelajari majalah. Dalam isinya terdapat bahan yang dapat digunakan untuk memperkaya bahan belajar.

6. Slide dan transparan

Keduanya merupakan media yang dapat diproyeksikan sehingga seluruh kelas dapat menyaksikan. Bedanya, slide dibuat dengan pengambilan foto, sedang transparan dibuat dengan cara menulisi kertas transparan tersebut.

7. Filmstrip

Filmstrip mirip dengan slide, bedanya ialah slide merupakan lembaran film yang terpisah. Sedangkan filmstrip merupakan rangkaian film.

8. Model dan realia

Model adalah alat-alat yang sangat dekat (mirip sekali) dengan kenyataannya. Realia merupakan representasi dari sesuatu benda yang sebenarnya.

10. Gambar

Tujuan pengajaran menjadi acuan untuk memilih dan menggunakan gambar. Ukuran gambar juga harus diperhatikan agar memungkinkan untuk dilihat seluruh kelas. Supaya dapat mencapai hasil yang lebih baik judul dan penjelasan gambar perlu juga dipertimbangkan secara matang.


11. Peta dan globe

Peta merupakan gambaran permukaan bumi dalam bidang datar. Globe merupakan tiruan bola bumi. Karena peta dapat digambarkan lebih besar maka menurut skala tertentu peta akan dapat menggambarkan bentuk morfologi lebih tepat dari globe. Sedangkan untuk gambaran bumi secara keseluruhan globe lebih unggul.

12. Pita suara

Pita suara dapat dapat digunakan untuk merekam suara khas ataupun penjelasan dari narasumber.

13. Radio

Supaya acara radio dapat memberikan manfaat yang optimal untuk pembelajaran maka pertimbangan berikut perlu terlebih dahulu diikuti dengan seksama: a) apakah acara siaran tersebut membantu para siswa mencapai tujuan pengajaran; b) apakah bahan belajar yang disajikan bersifat autentik, tepat dan jujur; c) apakah bahan belajar dan cara penyajiannya sesuai dengan kemampuan anak; d) apakah acara tersebut mendorong kegiatan tambahan atau memotivasi belajar lebih lanjut.

14. Siaran televise

Beberapa acara televisi dapat dijadikan bahan pengajaran IPS. Hal ini dapat dilakukan dengan misalnya, menugasi siswa untuk mencatat apa yang diperoleh dalam siaran tertentu.

15. Sumber masyarakat

Sumber masyarakat member pengalaman langsung kepada para siswa dalam arti sebenarnya. Pengalaman yang didapat lebih nyata.


16. Kunjungan studi

Kunjungan atau wisata studi dapat memberi pengalaman yang mengesankan pada siswa. Hal ini jangan sampai hanya dianggap sebagai usaha untuk memberikan suasana santai atau selingan dalam belajar tapi untuk penelitian studi.

Sebelum melaksanakan kunjungan studi harus direncanakan terlebih dahulu persiapan mengenai perizinan, tujuan kunjungan, jadwal berangkat dan kembali, dan apa yang akan diamati dalam perjalanan para peserta. Sebaiknya bahan amatan itu lahir dalam diskusi kelas pada saat kita membahas suatu masalah yang pemecahannya memerlukan kunjungan studi.Saat pelaksanaan peserta tidak boleh berkeliaran. Mereka perlu mendapat penjelasan tentang apa yang harus dikerjakan. Selama di tempat, peserta diminta untuk membuat catatan supaya hasil kunjungan studi memberi pengayaan kepada bahan telaah IPS di kelas hasilnya perlu didiskusikan.

Manfaat kunjungan studi antara lain :

a) memberi pengalaman langsung yang sukar diperoleh dengan cara lain,

b) mendorong perhatian lebih tinggi pada pokok yang dipelajari,

c) hal ini dapat menjembatani antara studi di kelas dengan masyarakat yang menjadi sumber telaah,

d) dapat memberikan kesempatan menerapkan pengetahuan dan mendapat informasi baru,

e) memberi kesempatan berlatih dalam pengalaman sosial,

f) dapat mendorong inisiatif, memperluas wawasan, dan menghargai beberapa situasi kehidupan.

17. Narasumber

Yang dapat menjadi narasumber adalah mereka yang mempunyai pengalaman luas atau pejabat khusus yang dapat memberikan informasi yang autentik. Dalam pelaksanaannya diperlukan persiapan yang matang. Narasumber yang diundang harus cocok dengan bahan belajar yang akan dibahas.

BAB III

KESIMPULAN

Media merupakan alat yang harus ada apabila kita ingin memudahkan sesuatu dalam pekerjaan. Setiap orang pasti ingin pekerjaan yang dibuatnya dapat diselesaikan dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan. Beberapa nilai-nilai dalam media pembelajaran IPS antara lain memungkinkan anak berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya dan memungkinkan adanya keseragaman pengamatan atau persepsi belajar pada masing-masing anak.

prinsip umum yang perlu di perhatikan dalam pemanfaatan media pembelajaran, yaitu :

Setiap jenis media, memiliki kelebihan dan kelemahan, perlunya penggunaan media secara bervariasi, penggunaan media harus dapat memperlakukan siswa secara aktif, sebelum media digunakan harus direncanakan secara matang dalam penyusunan rencana pelajaran, hindari penggunaan media yang hanya dimaksudkan sebagai selingan atau sekedar pengisi waktu kosong saja, harus senantiasa dilakukan persiapan yang cukup sebelum penggunaaan media.

Macam-macam media pembelajaran IPS yaitu media pengajaran berupa benda langsung (benda asli) dan tidak langsung.

Adapun kriteria pemilihan media pengajaran IPS yaitu media yang digunakan dalam pengajaran IPS harus dapat mencapai tujuan pelajaran secara efektif dan dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis bagi siswa.

Manfaat dari penggunaan media dalam pembelajaran IPS adalah penyampaian pelajaran menjadi lebih baku, pengajaran bisa lebih menarik, pembelajaran menjadi lebih interaktif, lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat, kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan, pengajaran dapat diberikan kapan dan dimana diinginkan, sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan, dan peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif,dalam proses belajar mengajar.

Penggunaan Media Pengajaran IPS terdiri dari alat pengajaran, media cetak, media visual, media audio, media audio visual, dan masyarakat sebagai sumber belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Badruzaman, dkk. 2005. Media dan Sumber Belajar TK. Pusat penelitian Universitas Terbuka, Jakarta.

Clark, L.H. (1965), Social Studies and Mass Media. Plainfield, N.J. : New Jersey Secondary School Teachers Association).
McLuhan, M. (1964). Understanding Media : The Extensive of Man. New York : McGraw-Hill.